Sekitar 6 tahun yang lalu, kami pernah iseng mengunduh data statistik koperasi dari laman KemenkopUKM. Informasi yang membuat kami kaget dan prihatin adalah bahwa dari 200 ribuan koperasi aktif terdaftar di seluruh Indonesia, ternyata hanya 38.19% saja yang mampu menyelenggarakan RAT (Rapat Anggota Tahunan). Artinya kira-kira hanya 1/3 saja koperasi seluruh Indonesia yang mampu membuat laporan keuangan tentang aktivitas bisnisnya selama satu tahun.
Prihatin, karena sebagaimana amanat UUD 1945, pasal 33 ayat 1 : “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.” Yang dimaksud dengan usaha bersama berdasar asas kekeluargaan ialah koperasi. Ketika kami di sekolah dulu, bahkan ada mata pelajaran koperasi dan pak guru sering menggambarkan koperasi sebagai soko guru ekonomi Indonesia. Soko guru ? anda bisa simpulkan sendiri apakah dengan hanya 1/3 yang ¨normal" pantas disebut sebagai soko guru.
Itu data 6 tahunan yang lalu. Ayo kita tengok lagi laman KemenkopUKM, apakah mereka punya data statistik up-to-date. Ternyata ada, tahun 2020, tapi dilabeli ¨sangat sementara¨. Ok kita lihat data rekap nasionalnya saja, total jumlah koperasi aktif se Indonesia adalah 127,124 artinya menurun dari data tahun 2014. Kemudian jumlah koperasi aktif melakukan RAT dalam 3 tahun terakhir adalah 47,115. Berapa persentasenya ? 37.06% Menurun sedikit dari 6 tahun lalu, tapi tidak banyak, dan bisa disimpulkan sebetulnya jumlah koperasi sehat di Indonesia stagnant di angka 1/3 nya saja, ya boleh dibilang pembangunan koperasi jalan di tempat dalam 6 tahun terakhir.
Kenapa hanya sepertiganya saja ? Apa yang dihasilkan oleh 2/3 nya atau 60% lebih koperasi ? Hasil seleksi alam kah ? Bagaimana mungkin sekelompok orang mendirikan koperasi sebagai entitas bisnis, tapi tidak ada satupun yang mampu membuat laporan keuangan ? Kok bisa tetap berdiri ya, padahal bertahun-tahun tidak bisa menghitung laba rugi ? Mestinya sudah ambruk dari dulu, karena toh sebetulnya tujuan berbisnis utamanya adalah mendapatkan keuntungan. Lantas kalo berhitung laba saja tidak bisa ..... anda bisa lanjutkan sendiri pertanyaan-pertanyaan itu dan tidak akan pernah selesai.
Kenapa sulit sekali koperasi membuat laporan keuangan ? Mayoritas koperasi adalah koperasi gurem, berbeda sekali dengan unit usaha lain seperti perseroan terbatas yang mampu menyewa jasa akuntan profesional. Koperasi gurem mungkin memiliki volume bisnis yang tidak sebesar perseroan terbatas, tapi skema bisnis mestinya sama, ada modal, ada operasional, ada cash flow, ada pengeluaran, dst dan di akhir nanti ada selisih antara pendapatan dan pengeluaran yang disebut laba atau rugi. Dari hasil analisa sederhana kami mengenai koperasi, terdapat urutan efek domino (diurutkan dari output terakhir) sbb :
- SHU (sisa hasil usaha) dibagikan ke anggota
- RAT (rapat anggota tahunan) untuk menentukan SHU
- Neraca dan Laba/Rugi konsolidasi sebagai bahan laporan keuangan disampaikan saat RAT
- Perhitungan Laba/Rugi dari setiap unit bisnis
- Pencatatan sistematis dan akurat setiap transaksi dari setiap unit bisnis
- Pencatatan pemupukan modal dari anggota atau eksternal secara akurat dan sistematis
Jadi bila anda ingin koperasi anda bisa memberikan SHU yang optimal, anda harus memastikan alur dari nomor 6 ke nomor 1 berjalan dengan sempurna dan lancar. Dari tahapan 5/6 bisa dipastikan anda tidak bisa mengandalkan metoda pencatatan manual, tapi membutuhkan teknologi informasi yang kini sudah tersedia luas. Sebagai contoh misalnya koperasi memiliki unit bisnis warung, maka jelas anda membutuhkan sistem POS (point of sale) yang mampu mencatat setiap transaksi secara akurat. Selain itu warung mesti dilengkapi dengan sistem supply chain untuk memonitor pergerakan arus barang dari supplier-gudang-warung. Dengan data supply chain yang akurat, bisa dipastikan arus barang menjadi lancar, contohnya anda akan tahu mana saja barang yang fast-moving dan mana yang slow-moving. Jadi anda hanya perlu menyetok barang yang tepat yang fast-moving sehingga arus cash flow menjadi jauh lebih cepat dan lancar. Itu adalah contoh-contoh pemanfaatan teknologi informasi yang tepat di tahap 6 tersebut diatas.
Kemudian contoh unit bisnis lain misalnya yang populer adalah unit SP (Simpan Pinjam). Hampir semua koperasi pasti punya unit bisnis SP. Apa teknologi yang dibutuhkan oleh SP ? Sistem Informasi Manajemen SP, mirip-mirip dengan sistem bank. Ada anggota yang menyimpan dana di bank harus diberikan margin/jasa/bunga periodik. Lalu ada anggota yang meminjam dana, harus dihitung daftar cicilan berikut jasa/margin/bunga yang harus dibayarkan secara periodik. Ini tentu butuh sistem yang akurat dan reliable. Anda tidak bisa mengandalkan metoda manual dengan buku tebal folio ataupun hanya dengan bantuan microsoft excel saja. Bagaimana melakukan monitoring mana cicilan yang sudah terbayar, mana yang masih outstanding. Kemudian bagaimana melakukan percepatan pembayaran, pelunasan, atau yang lebih kompleks yaitu top up pinjaman. Masihkah anda percaya cara dan metoda manual bisa melakukan hal itu semua dengan rapi ? Anda jelas membutuhkan teknologi dan sistem yang terpercaya.
Dengan pencatatan yang rapi, langkah 4 bisa dilakukan dengan sangat mudah. Matematikanya sederhana laba atau rugi adalah selisih dari pendapatan dengan pengeluaran. Bagaimana dengan langkah 3, jika anda koperasi yang kaya, anda bisa menyewa jasa akuntan untuk melakukan langkah nomor 3. Namun perlu diingat, akuntan akan sangat senang bila anda memiliki catatan keuangan yang rapi (dicapai dari langkah 6 ke 4). Itu sangat memudahkan pekerjaan mereka. Tapi bagaimana bila anda adalah koperasi kebanyakan, koperasi gurem. No worries, justru bila anda koperasi gurem namun anda sudan mampu melakukan langkah 6 ke 4 dengan baik, anda bisa membuat laporan keuangan sendiri. Laporan keuangan disusun dari dasar-dasar akuntansi, suatu cabang ilmu keuangan.
Bilamana koperasi sudah berhasil menyusun neraca dan laba/rugi, tentunya koperasi bisa pede menyelenggarakan RAT di langkah nomor 2. Di dalam RAT pengurus bisa memaparkan performa unit-unit bisnisnya berdasarkan laba/ruginya, lalu bisa melakukan perencanaan ke depan langkah-langkah strategis bisnis untuk lebih memaksimalkan kinerjanya. Semuanya tentu berdasarkan data. Selanjutnya dari hasil performa bisnis di tahun lalu, koperasi siap memberikan SHU (ekivalen dari dividen perusahaan) kepada para pemegang saham koperasi yaitu para anggota koperasi. Tujuan puncak di nomor 1 tercapai sudah.
Mudah bukan ? Jadi apa yang sulit ? apa yang jadi bottle neck ? Yang jadi bottle neck bukan laporan keuangan, tapi yang jadi bottle neck adalah pada tahap 5 dan 6, yaitu sistem pencatatan. Untuk mencatat membutuhkan berbagai teknologi, tidak bisa lagi anda mengandalkan cara-cara manual. Apakah ada sistem sapu jagat yang bisa membantu koperasi dalam aspek teknologi ? ADA yaitu sistem informasi manajemen koperasi eKSP yang kami bangun (https://berkoperasi.com/). Sistem kami sudah memiliki ragam teknologi di tahapan 5 dan 6, misalnya supply chain, POS dan sistem SP. Kemudian di tahapan 4 sistem eKSP sudah dilengkapi dengan modul akunting yang lengkap dan sudah terintegrasi sempurna dengan modul-modul teknologi di tahapan 5/6. Tentunya perhitungan SHU di langkah 1 itu hanya bonus saja, bagian kecil dari sistem besar eKSP. Karena semuanya sudah tercatat secara otomatis dan akurat. Kemudian sistem eKSP juga sudah melengkapi anggota koperasi dengan aplikasi koperasi eKSP di platform android (Google Playstore). Jadi anggota bisa melakukan transaksi bisnis dengan koperasi melalui telpon genggamnya.
Sistem eKSP sudah dipercaya mengelola koperasi karyawan terbesar di Indonesia, yaitu diantaranya KOPERASI KARYAWAN PT ASTRA HONDA MOTOR (KOPKAR AHM) dengan lebih dari 11 ribu anggota dan KOPERASI KARYAWAN KAWAN LAMA MANDIRI (KOPKARI) - ini dari grup Kawan Lama - dengan anggota mencapai 25 ribu di seluruh Indonesia. Sistem kami dipercaya mampu mengelola volume bisnis yang mencapai puluhan milyar per bulannya. Anda tertarik mencoba, kontak kami segera.